Bandarlampung - publiklampung.com -- Tekanan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung pada Januari 2021 meningkat yaitu sebesar 0,76% (mtm), lebih tinggi dibandingkan realisasi inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,66% (mtm), namun lebih rendah dari rata-rata inflasi Januari dalam 3 (tiga) tahun terakhir sebesar 0,80% (mtm).
Pencapaian tersebut juga lebih tinggi dibandingkan inflasi Nasional dan Sumatera yang masing-masing tercatat mengalami inflasi sebesar 0,25% (mtm) dan 0,52% (mtm). Secara tahunan, inflasi Provinsi Lampung tercatat sebesar 1,78% (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan inflasi Nasional yang sebesar 1,55% (mtm) namun lebih rendah dari inflasi Sumatera yaitu sebesar 1,88% (yoy).
Secara spasial, dibandingkan 90 kota perhitungan inflasi nasional, inflasi Kota Bandar Lampung dan Kota Metro pada bulan Januari 2021 tergolong relatif tinggi dan masing-masing menempati urutan ke-9 dan ke-23.
Dilihat dari sumbernya, tekanan inflasi pada bulan Januari 2021 didorong oleh peningkatan tekanan harga pada sub kelompok makanan dengan andil sebesar 0,52% (mtm) dan sub kelompok pendidikan dengan andil sebesar 0,07% (mtm). Adapun beberapa komoditas penyumbang inflasi terbesar antara lain seperti cabai rawit, cabai merah, tempe, bimbingan belajar dan beras dengan andil masing-masing sebesar 0,23%, 0,18%, 0,12%, 0,07% dan 0,05%.
Peningkatan tekanan inflasi, khususnya cabai rawit dan cabai merah disebabkan oleh terganggunya produksi di tengah meningkatnya curah hujan. Mengacu pada laporan BMKG periode Desember 2020, La Nina diperkirakan
mempengaruhi kondisi cuaca Provinsi Lampung sejak Januari 2021 dan akan melemah pada Maret 2021. Harga tempe juga naik dipengaruhi oleh meningkatnya bahan baku kedelai. Sementara itu, kenaikan harga beras terjadi seiring dengan berkurangnya pasokan pada periode tanam di beberapa daerah. Di sisi lain, kenaikan tarif bimbingan belajar merupakan penyesuaian tarif memasuki semester baru.
Meski demikian, inflasi yang lebih tinggi pada periode Januari 2021 tertahan oleh deflasi yang terjadi pada sebagian komoditas diantaranya telur ayam, angkutan udara, petai, daging ayam ras dan bawang merah dengan andil masing-masing sebesar -0,08%, -0,03%, -0,01%, -0,01% dan -0,01%. Penurunan telur ayam dan daging ayam terjadi seiring dengan mulai stabilnya pasokan dari produsen dan normalisasi permintaan pasca periode Natal dan Tahun Baru. Tarif Angkutan Udara juga mengalami penurunan yang disebabkan oleh normalisasi harga pasca libur panjang akhir tahun. Di sisi lain, peningkatkan pasokan turut mendorong penurunan harga komoditas petai. Sementara itu, komoditas bawang merah mengalami penurunan disebabkan mulai masuknya pasokan dari sentra produksi di Pulau Jawa.
Nilai Tukar Petani (NTP) Januari 2021 tercatat lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan NTP ini terjadi seiring dengan turunnya harga pada komoditas subsektor tanaman pangan seperti ketela pohon, ketela rambat, jagung, kacang hijau, serta beberapa jenis ternak dan unggas, sehingga indeks yang diterima oleh petani pada periode ini sebesar 0,39% (mtm) lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya (1,43%;mtm). Di sisi lain, tekanan inflasi perdesaan tercatat mengalami peningkatan sebesar 0,63% (mtm). Dengan demikian, NTP Januari 2022 tercatat turun sebesar -0,19% (mtm) dari 96,75 menjadi 96,56.
Ke depan, KPw BI Provinsi Lampung memandang bahwa inflasi akan tetap terkendali pada rentang sasaran 3±1%. Namun demikian, terdapat beberapa risiko yang perlu dimitigasi, antara lain: Pertama, berlanjutnya curah hujan tinggi seiring dengan siklus La Nina di awal tahun 2021 yang diperkirakan akan memengaruhi kenaikan harga cabai rawit dan ikan segar seiring kurang optimalnya produksi pada musim penghujan. Kedua, kenaikan harga kedelai yang berisiko mendorong naiknya harga bahan makanan, termasuk harga produk peternakan. Ketiga, berlanjutnya kenaikan harga beras seiring dengan belum masuknya musim panen raya yang diperkirakan berlangsung Maret 2021. Keempat, peningkatan harga daging sapi yang disebabkan oleh meningkatnya harga impor sapi bakalan disamping kecenderungan peningkatan permintaan menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. Kelima, tekanan inflasi dari sisi permintaan (demand pull inflation) yang cenderung meningkat sejalan dengan semakin tingginya aktivitas dan mobilitas masyarakat. Keenam, kenaikan harga rokok seiring dengan pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 198/PMK.010/2020 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang menetapkan kenaikan rata-rata cukai rokok sebesar 12,5% per 1 Februari 2021.
Dalam rangka mengantisipasi beberapa risiko tersebut, diperlukan langkah-langkah pengendalian inflasi yang konkrit terutama untuk menjaga inflasi yang tetap rendah dan stabil, yakni: Pertama, memastikan keterjangkauan harga, dengan cara melakukan pemantauan harga harian dan perbandingan harga dengan daerah lain, salah satunya melalui aplikasi Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (https://hargapangan.id/), untuk melihat perkembangan harga yang terjadi dan melakukan intervensi kebijakan yang diperlukan.
Adapun di masa pandemi COVID-19, intervensi melalui Operasi Pasar dapat dilakukan bekerjasama dengan marketplace (Pasar Berjaya Lampung) untuk menghindari kerumunan. Kedua, memastikan ketersediaan pasokan sebagai antisipasi lonjakan permintaan akibat optimisme masyarakat akan adanya vaksin COVID-19. Kondisi ini perlu diwaspadai dengan memastikan ketersediaan pasokan agar tidak meningkatkan tekanan kenaikan harga. Untuk itu, TPID Provinsi/Kabupaten/Kota perlu meningkatkan intensitas koordinasi, salah satunya melalui Kerjasama Antar Daerah (KAD) dalam hal pemenuhan komoditas pangan strategis menghadapi risiko kenaikan harga. Kota Bandar Lampung sebagai wilayah yang memiliki kontribusi besar pada inflasi Provinsi Lampung perlu mengupayakan KAD, khususnya untuk komoditas-komoditas utama penyumbang inflasi. Lebih lanjut, MoU tentang Kerjasama dalam rangka Peningkatan Perekonomian Daerah oleh 10 Gubernur di Sumatera pada tahun 2020 dapat menjadi dasar untuk penguatan Kerjasama Antar Daerah dalam pemenuhan pasokan bahan makanan di wilayah Sumatera.
Dalam rangka koordinasi, dapat diselenggarakan Rakorwil TPID Sumatera yang juga membahas tindak lanjut MoU dimaksud untuk secara bersama-sama menjaga ketersediaan pasokan dan stabilitas harga. Hal ini mengingat, secara nasional, inflasi Sumatera di bulan Januari 2021 merupakan yang tertinggi yakni 0,72% (mtm). Adapun pengawalan dalam pemberian bantuan sosial bagi kelompok masyarakat yang rentan terdampak COVID-19 juga perlu ditingkatkan, termasuk ketersediaan pasokan komoditasnya agar tidak mendorong kenaikan harga.
Sementara itu, perluasan pemanfaatan digitalisasi pertanian melalui implementasi Program Kartu Petani Berjaya (KPB) perlu ditingkatkan karena selain dapat memperbaiki kesejahteraan petani, tentunya dapat mendukung upaya peningkatkan produktivitas pertanian dan ketersediaan pasokan yang berdampak pada stabilitas harga.
Ketiga, memastikan kelancaran distribusi melalui TPID dan Satgas Pangan dengan cara melakukan koordinasi untuk memastikan kembali kecukupan pasokan dan kelancaran akses distribusi bahan pokok.
Selain untuk menjaga stabilitas harga, kelancaran distribusi dapat memudahkan petani memasarkan produk dan mendapatkan harga yang wajar. Keempat, meningkatkan komunikasi efektif terkait ketersediaan pasokan dan upaya pemerintah dalam pemenuhan pasokan perlu disampaikan oleh Pemerintah Daerah untuk menjaga ekspektasi positif bagi masyarakat dan menjaga stabilitas harga.(/rls)
sumber : www.publiklampung.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar